Embed a Tumblr Post Language Default
Default
rukun iman dalam keyakinan kita saat ini, tentu yang beliau maksud bukanlah konsep rukun iman tersebut yang berubah tetapi keyakinan kita terhadap konsep tersebut yang mengalami penurunan kualitas. Sampai saat ini kita masih meyakini dengan mantap bahwa konsep rukun iman kita ada enam yang kita hafal sejak dari TK dulu, namun seiring berjalannya waktu, ada salah satu rukun dari enam rukun tersebut yang semakin memudar dari keyakinan kita yaitu rukun ke enam,“Beriman kepada takdir Allah yang baik dan buruk”. Harus kita akui bahwa kita sebagai manusia selalu mendambakan yang terbaik dalam kehidupan kita, tetapi ada hal mendasar yang tak seharusnya kita lakukan yaitu menilai baik dan buruknya ketentuan Allah sesuai dengan keinginan kita karena hal tersebut yang akan menjadikan pangkal keterpurukan seseorang dalam menjalani kehidupan. Hilangnya sikap tsiqoh (percaya secara utuh) seorang yang beriman kepada Allah menjadi hal yang sifatnya paradoks pada diri orang tersebut, bagaimana mungkin ia menyatakan beriman kepada Allah namun keyakinannya tidak utuh kepada Allah. Tidakkah kita memahami bahwa agama kita bernama Islam yang berasal dari akar kata istaslama yang bermakna menyerah dan tunduk kepada Allah. Artinya jika kita masih belum bisa menerima ketentuanNya secara total, bisa jadi memang belum sempurna keIslaman kita. Adanya keakuan dalam diri-lah yang menjadikan kita lebih mengedepankan diri kita daripada Allah dalam kehidupan ini. Kita terlalu percaya dengan usaha kita sehingga ketika hasil tak berbanding lurus dengan usaha kita, maka kita jatuh dalam kekecewaan, tak sedikit yang berputus harapan bahkan memprotes Allah seakan itulah akhir dari segalanya dalam kehidupan. Padahal, Allah hanya menginginkan kita berproses sesuai dengan aturan yang telah Dia ajarkan, lalu tentang hasil cukuplah menjadi urusanNya. Kesadaran semacam inilah yang seharusnya kita tanamkan dalam kehidupan ini agar kehidupan kita tetap berjalan baik-baik saja. Sering saya sampaikan kepada kawan-kawan, bahwa banyak dari kita tidak bisa mengambil pelajaran dari masa kecil kita yang demikian tenang dan menyenangkan. Ketenangan itu tak lain hadir karena saat kecil kita tidak pernah mencoba untuk ikut mengurusi urusan Allah tetapi seiring semakin tingginya pendidikan kita, kita justru menciptakan kesempitan dalam kehidupan kita sendiri dengan segala perhitungan matematis kita dalam segala hal seakan semuanya akan berjalan sesuai dengan strategi hidup yang kita buat. Sekali lagi, kita lebih sering terlalu percaya dengan usaha kita sampai tak jarang melalaikan adanya takdir dalam kehidupan kita sehingga ketika takdirNya berkata “Tidak”, kita merasa menjadi manusia yang paling terpuruk dalam kehidupan ini dan tak kunjung selesai meratapi keadaan. Tak jarang pula jika keadaan tersebut berkaitan dengan orang lain maka kita akan membenci orang tersebut, jika berkaitan dengan sesuatu, lalu kita menjadi sangat anti dengan sesuatu tersebut, itu tanda bahwa hati kita masih belum utuh dalam memahami konsep takdirNya. Allah yang menghidupkan kita, maka kita harus yakin bahwa Dia telah menjamin
Allah yang menghidupkan kita, maka kita harus yakin bahwa Dia telah menjamin rezeki kita, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan kita. Allah yang menciptakan kita, maka kita pun harus yakin bahwa Dia yang akan mempersatukan kita dengan pasangan kita, di saat dan waktu yang tepat. Akhirnya, kita harus yakin seutuhnya bahwa ALLAH ITU TUHAN YANG MAHA BERTANGGUNGJAWAB dengan kehidupan kita. —————– Malang, 3 April 2016 (22.53 WIB) 2 notes